Senin, 15 Juni 2015

Konsep Diri

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sudeen, 1998). Hal ini temasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya. Sedangkan menurut Beck, Willian dan Rawlin (1986) menyatakan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisikal, emosional intelektual , sosial dan spiritual.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Menurut Stuart dan Sudeen ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri), untuk lebih jelasnya mari kita baca lebih lanjut tentang “Faktor yang mempengaruhi Konsep Diri” berikut ini:

Teori perkembangan
Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pangalaman budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.

Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat)
Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.

Self Perception (persepsi diri sendiri)
Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari prilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu.
Menurut Stuart dan Sundeen Penilaian tentang konsep diri dapat di lihat berdasarkan rentang rentang respon konsep diri yaitu:




Meningkatkan Konsep Diri

1. Setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya.

Kecenderungan untuk bertingkah laku sesuai dengan konsep diri disebut sebagai nubuat yang dipenuhi sendiri (Rakhmat 2001:104).

2. Membuka Diri

Pengetahuan akan dirikita akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat dengan kenyataan. Model ini menerangkan bahwa jendela yang satu tidak terpisah dengan jendela yang lain. pembesaran pada satu jenis jendela akan membuat jendela yang lain akan mengecil.
a. Open self, menyajikan informasi, perilaku, sifat, perasaan, keinginan motif, dan ide-ide yang diketahui/disadari oleh diri kita dan orang lain.
b. Blind self, bagian ini menyajikan hal-hal tentang diri kita yang diketahui/disadari orang lain namun tidak diketahui/disadari oleh diri kita sendiri.
c. Hidden self, bagian ini berisikan tentang data-data yang kita ketahui/sadari dari dalam diri kita sendiri dan tidak diketahui oleh orang lain. yang kita simpan untuk diri kita sendiri.
d. Unknown self, bagian ini merupakan aspek dari diri yang tidak kita ketahui ataupun orang lain mengetahuinya.
e. Makin luasnya open self seseorang, makin terbuka pula ia pada orang lain. hal tersebut menjadikan hubungan di antara keduanya semakin erat.


3. Percaya Diri
Keinginan untuk menutup diri, selain karena konsep diri yang negatif timbul dari kurangnnya kepercayaan akan kemampuan dirinya sendiri. orang yang tidak menyenangi dirinya merasa bahwa dirinya tidak mampu mengatasi persoalan. Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai Communication apprehension. Orang yang aprehensif dalam komunikasi, akan menarik diri dalam pergaulan, berusaha sekecil mungkin berkomunikasi, dan akan berbicara apabila terdesak saja. Tentu saja dalam aprehensi komunikasi disebabkan kurangnnya percaya diri; tetapi sebagai faktor dominan. Seperti pernyataan Maxwell Maltz dalam Rakhmat (2004:109) “ Belive in yourself and you’ll succes.”

4. Selektivitas

Menurut Anita Taylor dalam Rakhmat (2004:109) Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa Kita bersedia membuka diri, bagaimana kita mempersepsikan pesan itu dan apa yang kita ingat. Secara singkat Rakhmar (2004:109) mengungkapkan bahwa konsep diri menyebabkan terpaan selektif, persepsi selektif dan ingatan selektif.












Daftar Referensi


http://rahmatpurbalingga.blogspot.com/2012/07/cara-meningkatkan-konsep-diri.html

Prestasi Belajar

Prestasi belajar mempunyai dua kata yang berbeda, yakni prestasi dan belajar. Dalam KBBI prestasi adalah hasil yang telah dicapai, sedangkan belajar memiliki arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Jadi secara umum prestasi belajar merupakan si pelaku belajar dalam usahanya untuk mengadakan perubahan berkat pengalaman dan pelatihan, sehingga mendapatkan pengetahuan baru, konsep dan keterampilan serta terbentuknya sikap yang baru. 
Teori-teori belajar:
1.       Teori Belajar Ilmu Jiwa Daya
Dalam diri manusia terdapat jiwa daya yang masing-masing mempunyai fungsi sendiri, seperti daya ingat, daya serap ilmu, daya berpikir dan sebagainya. Otak manusia memiliki berbagai daya yang perlu dilatih dengan baik.
2.       Teori Belajar Gestalt
Manusia merupakan keseluruhan individu yang bertindak dan berfikir. Jadi keseluruhsn itu dipandang lebih berarti dari pada bagian-bagian yang sifatnya khusus.
3.       Teori Belajar Asosiasi
Dalam proses belajar harus dimulai dari bagian-bagian khusus baru dijumlahkan menjadi keseluruhan. Teori ini berlainan dengan teoi Gestalt.
4.       Teori Belajar FB Skinner
Dalam pembelajaran diperlukan adanya ketepatan dalam memberikan stimulus kepada siswa, sehingga siswa dapat merespon dengan tepat sesuai dengan apa yang diharapkan oleh guru. Ikatan stimulus dan respon yang kuat disebut dengan reinforcement.
5.       Teori Belajar Thorndike
Kegiatan problem solving atau pemecahan masalah. Dari percobaan Thorndike melahirkan tiga hukum:
a.       Low of effect atrinya sesuatu akan cenderung diulangi lagi apabla menyenangkan.
b.      Low of execise adalah kondisi yang mempererat antara stimulus dengan espon melalui latihan.
c.       Low of readiness, dalam menerima pelajaran, kesiapan berpengaruh lemah atau kuatnya stimulus dengan respon.
Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa, antara lain:
1.       Faktor internal, kondisi diri si pelaku belajar yang meliputi psikis dan kondisi fisik misalnya cemas, kurang percaya diri, sehat, sakit dan lainnya.
2.       Faktor Eksternal, segala sesuatu yang berada diluar diri si pelaku belajar, berupa orang-orang yang berada di sekitarnya dan sesuatu yang berada di sekelilingnya tapi bukan manusia, contohnya: suhu, cuaca, udara, kebisingan dan lain-lain.
Adapun pendapat lain datang dari Sumardi Suryabrata yang membagi faktor-faktor ke dalam empat bagian:
Ø  Bahan atau alat yang dipelajari
Ø  Faktor lingkungan
Ø  Faktor instrument (prasarana penunjang)
Ø  Kondisi individu belajar, baik fisik maupun psikologis
Pada pelajaran bahasa Indonesia di semua jenjang pendidikan diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuannya dari segi berbahasa. Prestasi belajar yang berkaitan dengan pelajaran bahasa Indonesia seperti puisi, mendongeng, pidato, khotbah, cerpen, drama, pementasan musik dan banyak lagi lainnya.
Pembahasan tentang pendidikan di dalam Islam, tentu tidak terlepas dari pembahasan mengenai bahasa Arab. Hal ini karena sumber utama agama Islam yaitu Al Qur’an dan Al Hadits keduanya menggunakan bahasa Arab. Kemudian dalam posisinya sebagai bahasa Al Qur’an dan Al Hadits, tentunya bahasa Arab menjadi salah satu yang harus dipelajari, dikuasai atau minimal dipahami oleh seorang muslim agar ia dapat memahami hukum-hukum dari syariat Islam dengan baik tanpa menyimpang dari makna yang ada dalam Al Qur’an dan Al Hadits. Tentang pentingnya belajar bahasa Arab, maka Umar bin Khattab Radhiyallohu ‘Anhu berkata: “Belajarlah bahasa Arab, karena sesungguhnya bahasa Arab itu adalah bagian dari agama kalian”.
Bahasa Arab dan Al Qur’an merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya memiliki hubungan yang sangat erat, dimana bahasa Al Qur’an adalah bahasa Arab. Hal ini telah Allah tegaskan di dalam firman-Nya yang berbunyi: ”Dan demikianlah Kami wahyukan (Al Qur’an) kepadamu dalam bahasa Arab”. (QS. Asy Syura’ : 7). Maka untuk bisa menguasai isi Al Qur’an, seseorang harus mengetahui bahasa Arab dengan baik. Dengan mempelajari Al Qur’an inilah seorang muslim bisa mengetahui tentang hukum-hukum mengenai sholat, zakat, do’a, dan amalan-amalan ibadah lainnya yang bisa menjadi media untuk berkomunikasi dengan Rabb-Nya. Berikut ini surat Asy syura: 7 







Daftar Referensi
Ali Lukman, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991)
Hamalik Oemar, Metode Belajaar dan Kesulitan Belajar, (Jakarta: PT Tarsito)
Suryabrata Sumardi, Psikologi Belajar I, (Yogyakarta: Roko Press, 1969)
Suryabrata Sumardi, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 1998)
http://smartshareilmu.blogspot.com/2013/05/ayat-ayat-dan-hadis-tentang-keutamaan.html

Senin, 01 Juni 2015

Anak Berkebutuhan Khusus

A
nak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Menurut Heward, anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.

Klasifikasi dan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
1.       Anak dengan kelainan penglihatan (tuna netra)
a.       Melakukan interaksi dengan lingkungan dengan cara menyentuh atau mendengarkan objeknya.
b.      Suka mengulang-ulang gerakan tertentu, sepeti menggosok-gosokan mata.
c.       Memiliki gerakan yang kaku.

2.       Anak dengan kelainan pendengaran dan bicara (tuna rungu wicara)
a.       Mengalami hambatan dalam mendengar dan berbicara, bahkan pada anak tuna rungu total (tuli) cenderung tidak dapat berbicara.
b.      Kekurangan dalam penerimaan informasi yang bersumber dari pendengaran yang berpengaruh terhadap kemampuan verbal.
c.       Mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosialnya, sehingga terkesan tidak ekslusif.

3.       Anak dengan kelainan perkembangan kemampuan (tuna grahita)
a.       Mengalami hambatan perkembangan intelegensi, mental, emosi, social dan fisik.
b.      Tidak dapat mengatur diri sendiri.
c.       Mempunyai masalah kesehatan fisik.
d.      Kurang mampu untuk berkomunikasi.

4.       Anak dengan kelainan kondisi fisik dan motorik (tuna daksa)
a.       Mengalami kelainan pada tulang, persendian dan saraf penggerak otot-otot tubuhnya.
b.      Gerakannya kurang kuat.
c.       Berjalan dengan langkah yang jauh dan mudah jtuh.

5.       Anak dengan kelainan perilaku maladjustment (tuna laras)
a.       Sering membuat keonaran dan perilaku criminal.
b.      Mempunyai masalah-masalah belajar.
c.       Ketidakmampuan membangun hubungan antar teman.

6.       Anak dengan kelainan autism
a.       Ketidakmampuan berbahasa akibat adanya cedera otak.
b.      Sukar berkomunikasi dan kurang mampu memahami percakapan orang lain.
c.       Memiliki keterbelakangan mental.
d.      Mudah marah bila ada perubahan yan dilakukan di tempat ia berada.

7.       Anak hiperaktif
a.       Selalu bergerak dari satu tempat ke tempat lain.
b.      Sering mengganggu temannya.
c.       Sulit berkosentrasi.

8.       Anak dengan kesulitan belajar
a.       Kelainan yang terjadi berkaitan dengan factor psikologis sehingga mengganggu kelancaran berbahasa, saat bicara atau menulis.
b.      Umumnya bukan pendengar yang baik, untuk berpikir, berbicara, membaca, menulis dan perhitungan matematis.
c.       Mendapatkan hambatan dari factor lingkungan, budaya dan ekonomi.

9.       Anak dengan kelainan perkembangan ganda (tuna granda)
a.       Mencangkup hambatan neorologis.
b.      Terjadi kombinasi kelainan pada dirinya.
c.       Kelainan terjadi secara terus-menerus.

Pendidikan Inklusi
Merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menyatukan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal dalam suatu tempat belajar. Menurut Hildegun Olsen, pendidikan inklusi adalah sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, social emosional, linguistic atau kondisi lainnya.
Tujuan pendidikan inklusi menurut Raschake dan Bronson terbagi menjadi 4, yaitu:
1.       Bagi anak berkebutuhan khusus
a.       Anak akan merasa menjadi bagian dari masyarakat umum.
b.      Meningkatkan harga diri anak.
c.       Memperoleh kesempatan untuk belajar dan menjalin persahabatan bersama teman yang sebaya.
2.       Bagi pihak sekolah
a.       Memperoleh pengalaman untuk mengelola berbagai berbagai perbedaan dalam satu kelas.
b.      Mengembangkan apresiasi bahwa setiap anak memilik keunikan dalam kemampuan yang berbeda satu dengan lainnya.
c.       Meningkatkan kepekaan terhadap keterbatasan orang lain dan rasa empati pada keterbatasan anak.
3.       Bagi guru
a.       Membantu guru untuk menghargai perbedaan pada setiap anak dan mengakui bahwa anak tersebut juga memiliki kemampuan.
b.      Menciptakan kepedulian bagi setiap guru terhadap pentingnya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
c.       Guru akan merasakan tanatngan untuk menciptakan metode-metode baru dalam pembelajaran dan pengembangan kerjasama untuk menelesaikan masalah.
4.       Bagi Masyarakat
a.       Meningkatkn kesetaraan social dan kedamaian dalam masyarakat.
b.      Mengajarkan setiap masyarakat tentang proses demokrasi

c.       Membangun rasa saling mendukung dan saling butuh antar anggota masyarakat.

Berikut ini merupakan anak berkebutuhan khusus yang mampu berprestasi: